Film Komang: Ekspedisi Menjelajahi Rasa Sejati

Pada tanggal 6 April 2025 kemarin, saya akhirnya pergi menonton film ke bioskop setelah cukup lama absen dari layar lebar. Pilihan untuk ditonton jatuh pada film "Komang" yang sudah diprediksi akan dirilis selama Bulan Ramadhan dan tepatnya mulai terbuka bagi publik pada tanggal 31 Maret. Saya melihat film tersebut pada minggu ketujuh pemutaran pertamanya, yaitu belum mencapai satu juta penonton saat itu.
Tapi memang benar semua kursi diisi oleh para penonton bioskop. Nonton bersama siapa? Tentunya hanya sendirian. Anak-anakku lebih baik tinggal dengan bapak mereka terlebih dahulu. Saya ingin menghabiskan waktu berkualitas seorang diri. Bukankah itu tidak apa-apa?
Sesungguhnya saya tidak memiliki harapan yang terlalu tinggi untuk film ini. Biarkan saja alur ceritanya mengalir.... begitu pemikiran saya.....
Sepanjang alur ceritanya berkembang, saya terpukau oleh jalannya kisah tersebut serta kecemerlangan aktor-aktornya. Setiap orang memberikan performa yang sungguh komprehensif. Para pemeran berhasil membawa penonton melalui serangkaian emosi: tersenyum, gembira, sedih, hancurnya hati kemudian tersenyum sekali lagi.
Meskipun figur Raim Laode dikenal sebagai seorang penyanyi, ternyata terdapat fakta baru yang saya temukan melalui film Komang yaitu dia pada mulanya adalah seorang stand-up comedian. Bahkan, Raim bersama dengan saudara kandungnya pergi ke Jakarta guna mengikuti kompetisi SUCA.
Yang paling mengagumkan di Sulawesi Tenggara, khususnya Baubau, membuat mata tidak ingin berkedip. Hal itu seolah-olah menjadikan pandangan kita terikat pada film tersebut.
Kiesha sebagai Raim sangat total dan membuat penonton terutama aku menjadi nangis sesenggukan saat adegan ayahnya Raim meninggal.
Cerita tentang hubungan romantis dua individu lanjutan usia menghadapi hambatan berupa dukungan dari keluarga dan perbedaan keyakinan agama. Bagi karakter Komang digambarkan sebagai wanita cantik, lemah-lembut, dan taat pada orangtuanya.
Impian Komang hanyalah satu, yaitu menyaksikan ibunya, Meme, tersenyum dengan bahagia. Sementara itu, harapan Raim adalah pergi berkarier di Jakarta.
Di tengah alur cerita, para penonton menjadi bingung ketika Ode mengajukan permohonan pemutusan hubungan dengan Komang. Karena durasi waktu yang cukup panjang tanpa bertemu akibat jarak yang jauh, serta munculnya berbagai dugaan tentang Arya. Karakter ini memiliki agama yang sama dengan Komang dan berniat untuk melamarnya.
Keributan dan kesedihan akibat ketidakpastian dalam hubungan mereka membuat Komang lelah, sementara Ode menjadi bingung. Di mana pun Ode pergi, pemikirannya selalu terpusat pada Komang.
Iya, perkembangan karier Ode dalam film tersebut tampak begitu lancar. Berbeda jauh dengan cerita cintanya yang penuh liku-liku. Dia sempat mencoba bertemu secara langsung dengan Ibu Komang tapi ditolak tegas. Meski demikian, Ode tetap berupaya menghormati keputusan sang ibu.
Akan tetapi, ternyata ada sesuatu yang akhirnya meluluhlukkan ibu Komang. Sesuatu yang aku rasa remeh, namun lantaran seringkali dilaksanakan, bikin sang ibu Komang tersentuh hatinya. Akhirnya, dia mengizinkan Komang untuk memilih jodohnya sendiri. Bila pendapat Komang bahwa dirinyalah yang terpaut baik, maka biarkanlah itu menjadi keputusan Komang.
Apakah yang menjadikan semuanya begitu menggoda? Bisa jadi karena jalannya cerita yang diatur dengan santai tanpa tergesa-gesa. Menegaskan cinta akan secara otomatis menonjolkan keberadaannya. Lalu, apakah sesungguhnya yang menyebabkan meme Komang menjadi melegakan?
Bisa saja ditonton langsung di bioskop karena film ini masih diputar dan saat ini jumlah penontonya telah melebihi dua juta orang. Subhanallah. Selamat untuk Bang Raim serta keluarganya dan tim produksi film tersebut....
Yakinlah, kisah cinta dalam film ini memiliki akhir yang membahagiakan sehingga menyebabkan para pemirsa menghadirkannya dengan senyum di wajah mereka.
Posting Komentar